PUTRI ULAR (CERITA RAKYAT DARI MEDAN-DELI)
AUTHOR:HERU SUGANDA
Kecantikan jelita laksana pencaran kelopak bunga tuan
putri menjelma menjadi gosip-gosip panas kian merajalela yang mengalun-alun
mampir ke setiap telinga warga desa disana, bukan hanya satu melainkan dari
mulut ke mulut hingga menjadi topik pembicaraan para masyarakat pada saat itu.
sesudah lama para Raja dan Ratu tuan putri mengangguk ngerti akan paras putri
tunggalnya , kini para tetangga kerajaan pun mengangguk salut akan kejelitaan
sang tuan putri tak heran bila tuan putri tampak mempesona dengan penampilan serba
ala kadarnya yang dikonon cantik, Apalagi jika dipandang dari keelokan
jalannya.
Pagi berembun di sambut rekahan mentari pagi muda itu,
tuan putri beranjak dari kerajaan untuk
membeli sayur imbauan sang Raja, selalu dikenakannya sarung batik jahitannya kali
pertama dan sanggulan rambut yang ditata oleh sang ratu demikian cantik rupa,
selain itu tidak ada lapisan tepung putih menimpa wajah cantiknya yang sudah
putih. Tuan putri mulai memainkan langkah dengan jalan khasnya yang lentik.
Kehadiran tuan putri seorang diri di tepian tapak
jalan, mengundang sejumlah mata bertuju pada zona tubuhnya, tuan putri menolak
sehidung pendamping untuk disisinya. ia sudah bersiap berani. orang-orang rela
meninggalkan kerjaan mata masing-masing demi menyaksikan langkah tuan putri,
mereka terpukau, dan saling kehebohan.
"Tuan putri, datang.. lihatlah dia" sahut
seorang lelaki berseragam kerajaan menatap penuh pesona pada tuan putri.
"Selamat Pagi tuan putri," sapa wanita
berbalut kain batik dengan lembut keramahan.
"Selamat pagi" jawab tak kalah ramah tuan
putri, dan tanpa menjeda langkah sediktpun.
Tuan putri melanjutkan tujuannya untuk ke rombongan
pedagang sayur di komplek pasar kerajaan sebelah, dengan santainya ia
mengayunkan kaki seraya mata yang sedikit liar ke pemandangan hijau-hijauan dan
wajah bulat mentari tersenyum terasa pagi embun itu terasa lengkap,
dipasangkannya mata ayunya ke langit-langit sedang mengendap cerah.
Setelah tak lama tuan putri di hamparan sejumlah
pedagang, setelah itu ia memutuskan pembelanjaan yang dipesankan sang raja,
dengan masih membentuk senyum di bibir yang menebar pesona, ia membalik badan
dan menuju tempat kerajaan semula tempatnya berdiam bersama sang raja dan ratu.
Tuan putri tak menyadari kalau diantara banyak pasang
mata terpusat penuh padanya, ada sekelompok memandanginya dengan tatapan yang
berbeda, salah satunya ialah sang pangeran dari para penasehat-penasehat
sejatinya, ia terpaku di atas kuda kencananya dan menyipitkan alis mata
tipisnya serta bibir menganga hingga angin menyapu wajah cengangnya.
"Para penasehat itukah yang banyak dikatakan
warga, dia Tuan putri?" tanya sang baginda mengalihkan tatapan pada para
penasehatnya.
"Betul Baginda, Dia tuan putri, dia putri dari
kerajaan sebelah" jawab serentak seluruh penasehatnya yakin.
Raja itu lagi-lagi memusatkan pandangannya bagai panah
yang siap mengeker tajam pada tuan putri, wanita muda itu tak megetahui kalau
sudah ada orang yang mengambil hatinya, tuan putri masih membelakangi raja yang
bertopang di atas kuda yang sedikit-dikit sudah mengeluarkan ringkikan kecil.
sang raja dan para penasehat pendampingnya sedari tadi berpaku di balik pohon
berjulang semak-semak yang hadir kembang-kembang menari disana.
Setelah lama sang raja menerawang di arah jalan tuan
putri yang baginya masih membekas meskipun sudah lenyap ditelan langkah. ia
masih berlamun dan berangan-angan ada seorang permaisuri baru yang
dirindukannya untuk pendamping hidupnya. ia masih berpikir panjang andaikata
dapat mempelai tuan putri hingga naik ke singgasana pelaminan kelak.
Raja itu mengambil pendapat, bagaimana kalau saja
ambil tanggapan dari sang penasehat-penasehat sejati dirinya,
"Hai, Para Penasehatku yang kuhargai, bagaimana
kalau saya ingin menanyakan hal penting ini pada kalian semua, bagaimana?"
tanya sang raja mulai menjelajahi satu per satu wajah sigap para penasehatnya
yang berdiam tegak di hadapannya.
"Raja yang kami hormati, Silahkan Baginda
tanyakan apapun pada kami, pasti kami siap menjawabnya!" balas serentak
para penasehatnya itu telatah siap merespon ucapan sang raja mereka.
"Terimakasih penasehatku, Sebenarnya saya ingin
mengungkapkan hal tadi pada kalian semua! saya harap kalian mengerti rasa hati
sang raja kalian" terang raja itu tegas, tapi di hati bertentang dengan
perasaan yang malu-malu. entah apa raja itu mensuguhkan senyuman mendadak pada
para penasehatnya. seketika para lelaki penasehat itu masih datar seraya
menyimpan sebuah pertanyaan.
"Siap Maha Raja. Tumpahkanlah Isi Hati mu pada
kami dahulu" jawab serentak penasehat itu.
"Bagaimana menurut kalian tentang tuan putri
barusan tadi? Jawablah para penasehatku!" tanya berseru sang raja itu,
hatinya mulai mendadak antusias meyakinkan jawaban elok dari para pendamping
setianya itu.
"Tuan putri adalah gadis cantik jelita yang
merupakan putri tunggal dari kerajaan tetangga kita Baginda, Bukan hanya warga
tapi kami pun terpesona padanya" jawab salah satu penasehatnya itu.
"Betul Baginda!" seru serentak penasehat
lainnya ikut meyakinkan salah satu temannya itu. sang raja pun mengangguk manis
dan bibirnya menampilkan kekayaan senyuman tipis.
"Bagaimana Jika Baginda akan menjadikan tuan
putri sebagai permaisuri, Bagaimana menurut kalian para penasehatku?"
tanya raja optimis.
"Itu ide bagus Baginda, Kami pun sudah berpikir
demikian" jawab satu penasehatnya.
"Tuan putri sosok wanita yang cantik mempesona,
kan cocok dengan Raja yang tampan dan gagah" sahut penasehat bergantian.
"Betul MahaRaja!" Sorak serentak penasehat
yang belum melontarkan jawaban tadi.
Sang raja bergulir menatap penuh pada tujuh pemimpinnya
itu seraya berpikir sejenak untuk mengutuskan pendapat setelah memakan
tanggapan dari para penasehat sejatinya. sedemikian mencerah antusias dirinya
akan tapi hatinya berkembang kempis malu. tak berapa lama sang raja pun
berdehem keras.
"Kalau begitu, saya harap para kalian dapat
menuntaskan rasa hati Raja kalian" ucap raja itu tegas, membuat para
penasehatnya menjadi mengernyit.
"Bisakah para penasehatku?" tanya raja itu
seraya kurang yakin pada mimik penasehatnya itu.
"Bisa Baginda!" serentak keras memecah bak
udara para penasehat itu.
"Tenang Baginda. Kami sebagai pendamping
sekaligus petunjuk pasti bisa menyelesaikan permasalahan hati Baginda, iya kan
para teman?" terang salah satu penasehat agak tinggi itu kemudian memberikan
simbol iya pada penasehat lainnya.
"Betul itu!" sontak penasehat lainnya.
"Terimakasih penasehat sekalian petunjuk yang
kuhargai, Kalau begitu marilah kita ke kerajaan tempat tuan putri berada!"
Ajak sang raja kemudian lekas menunggangi kudanya dan sesegera diikuti oleh
para penasehat lainnya.
***
"Terimakasih putri sudah mau membelikan pesanan
Ayah lagian Ayah salut akan keberanianmu keluar tanpa seorang pendamping"
ucap salut sang MahaRaja di bangku singgasananya setelah menerima bingkisan
plastik berisi sayuran dan segera tuan putri ikut duduk di kursi empuk
sebelahnya.
"Baik ayah, putri sangat senang dengan tanggapan
baik ayah" balas tuan putri, keduanya saling melempar senyuman.
"Kalau begini ibu bisa membuat masakan berbeda
kali ini, putri" sambut sang ratu kemudian ikut duduk sebelumnya mengambil
bingkisan putih dari tangan raja lalu ikut duduk disebelah putri kesayangannya.
"Setuju ibu" jawab singkat tuan putri
kelihatan mata lentik berbinar gembira.
Sekian lama mereka saling bertukar pandang, saling
tertawa di lingkaran kedamaian di ruang berkeliling tembok bata itu dan sedikit
sebercak cahaya menyergap masuk mengarah ke wajah masing-masing. datanglah
pengawal gerbang dua lelaki dengan tampang tergesa bak diburu hantu, satu orang
itu menghampiri raja dan menjeda langkah dibibir bentangan tikar merah lebar
yang disana zona kenyamanan ketiga orang itu.
"Maha Raja Yang Terhormat, Ada seorang meminta
izin kepada Raja untuk dapat menjumpai Raja sekarang" ucap seorang pria
tegap itu disela nafas agak terburu sempat mengisi perkataan, setelah itu
keheningan terpecah.
"Siapakah orang itu pengawalku? Bagaimanakah
penampilannya?" tanya sang raja masih dalam senderan kursi tingginya. tuan
putri fokus bertatap pada raut pengawal itu.
"Orang itu berpakaian kerajaan, Maha Raja .
mereka tidak hanya satu melainkan serombongan " jawab bernada cepat
pengawal itu masih dalam lututannya di bibir tikar lebar.
Sang Raja tersontak tak kepalang mendengar tuturan
pengawal kerajaan , Ia pengawal sudah lama berdiam di sebuah kerajaan tuan
putri itu, mana mungkin dirinya akan mengkelabui sang raja beserta Ratu dan
Putri cintanya yang ada dihadapannya kini. sang
raja lalu bangkit berposisi tegak menghadap lurus pengawalnya itu.
"Tunggu pengawalku, bilang saja saya akan datang
sebentar lagi" sang raja mulai gerusuh.
"Siap raja!" tegas pengawal itu dan segera
beranjak menuruti perintah sang raja.
Setelah pengawal yang mengantarkan berita mendadak itu
menuju beranda kerajaan megah tempat kini mereka berpijak, sang raja mendahului
datang untuk membongkar rasa penasaran, dan disana nyaris menabrak pengawal
yang akan kembali mengabarkan jawaban para rombongan berbalut kerajaan itu.
sementara tuan putri membuntuti sang Ayahnya yang mereka bergusar penasaran.
"Selamat Pagi MahaRaja Kerajaan, Semoga dalam
keadaan baik-baik" sahut cepat satu orang dengan cepat.
"Selamat pagi MahaRaja" sambut enam orang
lainnya serentak.
Sang raja yang dimeriahi sambutan manis menjadi
terperengut heran merespon kepelikan ini, sebelumnya nyaris bertahun-tahun
rombongan kerajaan sebelah tak menghampiri kerajaannya entah itu hanya berjamu
atau bertamu untuk melepas kepenatan dan menjalin keakrapan satu sama lain.
"Terimakasih atas kebaikan kalian, Sekarang ada
apa keperluan kalian dan siapakah kalian?" tanya tegas raja memperhatikan
mimik silih berganti penasehat itu.
"Maafkan kami Maha Raja. sebenarnya kami adalah
utusan Baginda kerajaan kami yang ditujukan untuk bertemu Raja!" jawab
salah satu penasehat itu sedikit tertunduk.
"Saya sangat senang dengan itu, Kalau memang
demikian, silahkanlah kalian ungkapkan apa tujuannya" sang Raja mendalami
wajah para pengawal kerajaan itu, kini dugaannya benar jika serombongan kaku
itu berasal dari kerajaan tetangga.
"Sekali lagi terimakasih MahaRaja, kami sangat
senang dengan ucapan Raja, dan bolehkah kami berbicara masalah Topik Putri
MahaRaja?" ucap satu pengawal agak tinggi itu yang terlihat dingin untuk
menghadap Raja
"Maksud anda Putri saya?" tanya Raja itu
memperjelas mengernyitkan dahi tuanya.
"Maafkan kami raja, sungguh itu yang menjadi
tujuan kami datang kemari!" jelas satu pengawal agak pendek.
Sang raja pun duduk di singgasana tingginya dan
dihadapannya sudah terjejer para pengawalnya yang dipersuruhnya untuk disitu.
dan kedatangan sopan mereka disambut lebih ramah oleh Sang Ratu disuguhkannya
Jamu-jamu hangat dan mulailah para penasehat utusan Raja kerajaan Muda sebelah
itu mengungkapkan rasa amanah dari Raja baginda mereka.
"Begini raja, Sebenarnya ini tentang isi hati
dari sang Raja kami" ucap satu pengawalnya bernada lembut penuh hati-hati.
"Iya Maha Raja"Sahut serentak penasehat
lainnya.
Sang raja pun tampak berfokus untuk sibuk memaknai
penuturan tetamu penasehat itu, setelah lama ia berfikir membayangkan Tuan
Putri, dilihatnya sekitar tempat, Putri
tunggalnya tidak munculkan hidung, lelaki kuasa Raja itu pun tampak siap
mengeuarkan bicara.
"Baiklah kalau itu tak menentang aturan kami,
permintaan kalian saya persilahkan!" ucap sang raja telatahnya berbinar
wibawa.
Para penasehat itu pun tampak terdiam merespon
ketegasan sang raja kerajaan itu. perlahan diantara mereka saling memberikan
kode wajah kepada penasehat lainya untuk siapa yang sudi melontarkan tuturan
sang raja mereka. dan tampak penasehat agak tinggi itu yang sanggup angkat
bicara.
"Maafkan kami raja, baginda kami sedari dulu
sangat mencintai tuan putri, dan disini dia menyuruh kami untuk menyampaikannya
pada raja"ucapnya menjaga getaran tubuh agar tak bergusar getar dihadapan
sang raja.
Raja itu mengalihkan pandangan sesukanya seraya
berfikir panjang apakah sudi mensetujui permintaan para penasehat itu. dan dia
berpendapat andai kali ia menolak isi hati raja mereka dan mungkin akan terjadi
perang kali pertama, sang raja bergidik ngeri. dan kebetulan ia ingat perkataan
sang ratu kerajaan.
"Kapankah kerajaan kita menjadi kuat baginda,
kuat! itu bisa dilakukan jika ada persatuan khusus dengan kerajaan lain!"
tuturan sang Ratu berputar di kepala raja di dalam gemingannya. Kebetulan Ratu
menghilang cepat segera ke Dapur Kerajaan.
"Bagaimana MahaRaja, A.apakah bisa?"Tanya
penasehat agak tinggi itu setelah lama
bergetar sembari berfikir aneh. sekuat tenaga menahan kegugupan sedikit.
"Kebetulan Tuan Putri juga mencintai sang Raja
kalian, Ku rasa akan lebih baik hidupnya jika Didamping seorang Raj a"
ucap tegas raja, mendengar itu wajah datar para penasehatnya berubah menjadi
binaran laksana mentari menyambut kembang mengembang.
"Betulkah raja, Memang betulkah Tuan Putri dapat
dipinang oleh Raja kami? kalau begitu kami sangat berterimakasih MahaRaja"
ucap lancar penasehat bertubuh sedang, diikuti oleh segerombolannya berbinar
segar.
"Saya sangat sudi bila perlu segerakan Pernikahan
dengan cepat, karena kerajaan akan lebih kuat dan megah jika dilangsungkan
cepat, dan membuat Negeri ini menjadi makmur" ungkap raja itu, bibirnya
lebar menipis wibawa.
"Terimakasih MahaRaja, tapi ada satu hal yang
mungkin tak sesuai dengan kehendak sang Raja kami" ucap penasehat tinggi,
dirinya sudah tak lagi digelitiki ketakutan.
"Apa itu para Pengawal Kerajaan?" tanya Raja
itu bangkit dari wajah binarnya.
"Maafkan kami raja, Pernikahan akan bisa
dilangsungkan sekisar Dua Bulan lagi, ini langsung kata Raja kami"
"Apa? kenapa hingga Begitu Lama, Pasti Tuan putri
akan bosan menunggunya" ucap raja mendengus nafas sebal.
"Maafkan kami raja, Dikarenakan ada persiapan
khusus untuk mengadakan pesta pernikahan sebesar-besaran, jadi raja akan
mempersiapkannya dengan semeriah mungkin itu tidak cukup hanya waktu yang
sebentar" papar satu pengawal dengan mengangkat sedikit tatapan yang
terasa berat.
"Kalau begitu, Bisakan secepat mungkin! Jangan
menunda-nunda acara pernikahan, Kalau bisa cepat kenapa tidak! tuan putri juga
menyukai pernikahan serba apa adanya, jadi jangan berlebihan" tegas sang
raja, menggulum bibirnya sedikit menyimpan kesabaran.
"Maafkan kami MahaRaja, tanggapan Raja nanti akan
kami sampaikan pada Raja kami" ucap berat satu pengawal.
"Ingat para pengawal kerajaan, Tidak baik untuk
menunda-nunda yang seharusnya sudah siap dilaksanakan, dan saya berharap tak
ada kejadian nanti yang membatalkan pernikahan baginda dan tuan putri, jadi,
secepatkanlah pernikahan" raja itu tampak gerusuh menyabarkan lubuk hati.
"Siap MahaRaja" sorak serentak para pengawal.
Setelah hingga menyita waktu Raja untuk menanggapi
para pegawal-pengawal kerajaan sebelah itu yang mengantar informasi mendadak,
dan menikmati jamuan yang di ramu selezat selera oleh sang Ratu Ibu Tuan Putri,
Raja itu berkeputusan tepat mengatakan tuan putri mencintai raja kerajaan
sebelah didepan itu tuan putri tak mengetahuinya karena jaraknya begitu tak
dekat dengan beranda kerajaan, Jadi alunan pembicaraan mereka tak sampai di
daun telinga Tuan Putri.
Para pengawal itupun berpamit sehormat mungkin pada
raja kerajaan yang dihinggapi mereka demi menyampaikan amanah dari raja mereka
yang tegas, Rasa Malu yang terselubung dilubuk hati Raja Tetangga itu sehingga
di kerahkan pihak kedua untuk menyampaikan isi hatinya kepada tuan putri. dan
segerombol pengawal itu beranjak lembut seraya meninggalkan beranda kerajaan
itu.
Setelah kosongnya kursi beserta meja Makan besar itu,
Raja segera kembali ke tengah kerajaan dan dilihatnya ke segala penjuru
ternyata Tuan Putri tak berniat sedikitpun tahu pada siapa tetamu yang
menanyakan kepentingan kepada sang ayahnya. Raja itu mengayunkan langkah dan
tuan putri sudah berbaring manja di kasur singgasananya.
"Putri kenapa tak sedikitpun dirimu nongol nak,
Apa kamu tidak tahu siapa yang barusan menghampiri kerajaan kita?" tanya
raja itu seraya duduk di bibir tempat tidur bambu coklat mengkilap tempat zona
tidur putrinya itu.
"Maksud ayah? Kenapa aku harus memunculkan
kehadiran di urusan ayah itu, Aku tak mengerti maksud ayah!" ucap bernada
bantah putrinya itu, yang sibuk menata bantal manja nya, ia sibuk pada
langit-langit kamar.
"Ayah kasihan lihat kamu selalu menyendiri tanpa
di temani seseorangpun, Jadi sekarang Dua Bulan lagi kamu tidak bakal sendirian
lagi.
"Raja Kerajaan tetangga akan Meminang kamu nanti,
di usia muda mu sekarang sudah pantas untuk menikah" ucap Raja itu sembari
bibirnya mengembang lebar.
Tubuh tuan putri seakan kesetrum bak tegangan 100
volt, dirinya tak menyangka jika diam-diam ada yang sudah memintanya meskipun
banyak berbagai hati sudah jatuh cinta pada dirinya, putri membiarkan mulutnya
ternganga lebar sambil menatap dalam mata ayahnya itu yang kemudian tegak
berdiri.
"Kenapa ada yang tidak beres? Masalah pernikahan
semua sudah dominasi oleh pihak raja, jadi tinggal putri yang membereskan diri?
mengerti?" pungkas raja itu seraya tersenyum tulus dan meninggalkan bilik
kamar tuan putri.
"Tunggu ayah! berikan lebih jelas lagi kepada
putri!" mendengar suara itu sang raja mengerem langkahnya yang akan menuju
keberanda kerajaan.
"Apa yang kurang jelas putri, Kan sudah ayah
bilang kamu akan menikah dengan Raja kerajaan sebelah, paham?"
"Mau tidak mau, kamu bersedia kan mencintai sang
pangeran itu? dia sudah sangat mencintaimu putri!" ucap raja itu penuh
keantusiasan karena perencanaan yang seolah sudah bulat pasti terjadi, dibenak
sang Raja Kekuatan Kerajaan akan bergabung hingga menyatu kuat, Ayahnya
melebarkan senyum, hingga mulut tuan putri berkomat-kamit tergagal mengeluarkan
bicara.
"K.kenapa ayah mengharuskan putri untuk siap
mencintai Raja itu?" tuan putri terbata yang sedari tadi matanya membulat
penuh pada wajah Ayahnya , sedikit-dikit muncul kecurigaan memutar dikepalanya.
"Kenapa sayang, Buanglah rasa khawatiran kamu,
Kamu tahu pangeran yang begitu tampan, gagah, berwibawa dan pemimpin kerajaan
penuh kesentosaan, serta dia sangat jujur.
Sang tuan putri membelalak datar hingga tanpa sekedip
kelopak mata menyaksikan tuturan raja.
"Masih ada yang tak berkenan lagikah,.... Tuan
Putri?" tanya lembut sang raja pada wanita merupakan putri kandungnya.
setelah lama hening mencekat. rajapun melenyapkan diri dari kamar itu.
Tuan putri pun membaringkan diri di singgasana
empuknya itu seraya menerawang jauh merayap ke langit-langit kamar.
membayangkan seorang pria berjabat raja disebuah istana kerajaan dan ditambah
kegagahan wibawanya. tuan putri semakin menjadi-jadi memanjakan dirinya di
kasur lembut sutra itu.
Tak lama ada rengekan pintu membuka kamar tuan putri,
lalu nongolah sang Ratu bersama bibirnya mengembang lebar sambil tangannya yang
tak kosong, menggenggam segelas jamu hangat, ia menjalankan kaki pelan-pelan
karena takut air tepercik jatuh.
"Ibu, Apakah ibu sudah tahu siapa tetamu yang
tadi datang?" tuan putri menyambutnya lalu duduk di pinggiran tempat
tidur. Ratu sebagai ibu kandungnya itu mensuguhkan senyuman Mantap.
"Minumlah Jamu ini Sayang, sebagai stamina kamu,
teguklah dulu jamu manis ini,akhir-akhir ini ibu lihat kamu seperti
sakit!" ratu itu sangat prihatin dan berbicara lembut pada putri
cantiknya.
"Tapi semenjak hari ini, wajahmu begitu
mengalahkan senja mentari, ibu tahu apa yang kamu angankan!" mendengar
tuturan ibunya itu, wajah Tuan Putri bangkit menjadi berkalilipat keceriaan.
"Apa? jadi ibu sudah diberitahu ayah? kalau
begitu bagaimana tanggapan ibu?"
tanya tuan putri berharap ratu itu meyakinkan hati optimisnya.
"Sudah, Bahkan sebelum para pengawal itu hinggap
di istana ini. Tapi ada satu hal yang ibu kurang yakin padamu, putri"
menyebut itu raut Ratu bernyengit.
"Apa itu ,ibu?" lalu tuan putri meraih gelas
berisi jamu hangat itu, dan meneguknya hingga masuk ke tenggorokan keringnya
dan menaruh gelas itu, wajah mereka saling terperengut heran.
"Apakah kau tulus sebagaimana tulusnya hati
pangeran itu, Apa kau betul-betul cinta pada dirinya, Jawab yang jujur
Putri!" tanya tegas sang Ibunya itu, mengalihkan tatapan dalam pada wajah
putrinya itu, mendengar itu tuan putri merespon pada pipinya yang merah
kemudaaan dan tersenyum tipis yang mungkin tak dapat disimpan, telatahnya
begitu malu-malu.
"Hm, Kalau ibu menyuruh putri berkata hati, maka,
hm. putri sudah lebih dari yang ibu sangka, lebih dalam menjelajah hati sang
Raja itu" tuan putri terselimuti rasa malu akan mengungkapkan sebenarnya,
hingga telatahnya berubah lasak tak karuan dihadapan ibu ratu itu.
"Kamu sudah membetulkan hati ibu, sayang. ada
yang harus kamu ingat, putri. dan ibu sudah tahu sifat pangeran itu, dia adalah
orang yang serba menerima apa adanya, lihat adik pangeran itu adalah seorang wanita
lumpuh berjalan, dan hatinya tetap akan menyayangi saudaranya itu, kalau sudah
tulus mencintai, pasti tak ada segalanya yang menghalangi, putri" tutur
lebar sang ratu itu dengan penuh kelembutan, dan prihatin pada wajah sang
putrinya itu.
"Itu Adiknya ibu, sekarang inikan adalah putri.
baiklah ibu apakah masih ada rasa yang kurang berkenan atau kurang cantikkah
putri,hah ibu? dan apakah ibu senang jika Putri kelak Menikah pada Raja
Kerajaan?" tanya Tuan Putri.
"Oh tentu sayang, asal kamu tahu kalau sudah
tetap cinta pasti betah ala kadarnya, dan kamu tidak usah berputus asa dulu ya
menunggu berlangsungnya pernikahan,karena akan digelar dua bulan
mendatang" jawab sang Ratu begitu lembut dan sedikit tersontak.
"Tahulah Ibu" jawab datar tuan putri , lalu
ratu itu menyudahi pembicaraan itu karena mendengar suara yang bergelitik tak
bersahabat ditelinga di beranda istana. sebelum melenyapkan langkah Ratu
meninggalkan seberkah senyuman tiada tepi pada putri kesayangannya itu sampai
menghilang di ambang pintu. tuan putri beranjak menuju bingkai jendela sambil
mengedarkan pandangan keluar membawa keantusiasan luar biasa.
***
"Siapakah yang menangis-nangis bising tadi
pengawal?" tanya tuan putri menghadap lelaki pengawal itu, wajahnya begitu
penasaran akan seorang wanita yang terisak-isak di tepi jalanan itu, sepertinya
suara asing itu yang membuat Ratu cepat meninggalkan pembicaraan dikamar tadi,
lama kelamaan suara itu lenyap seiring hilangnya seorang wanita muda sambil
menutupi wajahnya yang bercucur darah segar berlari kencang.
"Baik tuan putri, dia ialah sedang kemalangan di
taman itu karena tersungkur batu sebab girang meloncat-loncat hanya karena
pernikahannya direstui kedua orangtuanya, lalu malah sebaliknya, melihat
kondisi pasangannya,calon suaminya itu marah dan memutuskan hubungannya"
terang Pengawal itu.
"Apa? Sebegitu teganya dia? memutuskan orang yang
hanya karena terluka begitu? sungguh kejam! dan bodohnya wanita itu. Mengapa ia
tak bunuh diri saja." ketus tuan putri menanggapi kasus itu dengan celotehnya
yang tanpa berfikir panjang. Mendengar ketusan tuan putri yang sangat membentur
keras ditelinga caplangnya itu. sang pengawal itu hatinya berpanas bak air
mendidih.
"Perkataan mu itu bagus putri, Tajam! Sebegitu
tajamnya seekor ular memencrotkan bisanya!" lontar pengawal itu tanpa
segan.
"Kasihan ya dia, bagaimana pula bila putri
terjadi begitu, Mungkin akan bunuh diri, dan sebelumnya membunuh lelaki bangsat itu!" ucap Tuan putri
rautnya memeragakan kesedihan. Sang Pengawal itu langsung menggertaknya.
"Diamm Putri! Tak baik bunuh-bunuhan, Ada baiknya
kan bila saling maaf saja"
Lelaki berbadan tegap itu merapatkan bibirnya hingga
terdengarnya sendiri gertakan gigi tanpa permisi, tak seperduli mana dirinya
mendengar kabar tuan putri yang akad nikah dua bulan esok, karena celotehan
tuan putri yang tak begitu sepantasnya dirinya menghiraukan sosok wanita malang
itu dengan menyuruh bunuh diri.
"Kamu betul-betul tak tahu diri putri, aku rasa
jika wanita itu mendengar ucapan bisa mu, pasti ia tak segan menampar wajahmu
hingga bengkak!" sergah pengawal itu, berkobar panas batinnya sampai tak
sedikitpun peduli rasa segan pada putri raja kerajaan itu, walaupun dirinya
hanya pengawal yang bekerja di istana.
"Siapa yang mengajari kau berkata seperti itu
putri, segera bertaubatlah atas perkataan kurang ajar kau itu" tambah
pengawal itu.
"Siapapun tak akan memarahiku, camkan itu"
bantah keras tuan putri menjadi memanas.
"Raja dan Ratu yang merupakan orangtuamu pasti
akan menyergakmu habis-habisan, apa kau ingin aku yang menyampaikannya?"
tanya pengawal itu, dengan dadanya yang terpompa cepat oleh suhu yang panas
didalamnya. seketika mulut sang putri menganga bulat. membayangkan bagaimana
hancurnya jika harapan optimis kedua orangtuanya menjadi Berantakan karena
ucapannya bocor.
"M.maafkan aku pengawal, Aku s.salah. ja.jangan
sampaikan kejahatanku itu pada Raja dan Ratu" ucapnya, tubuh tuan putri setengah nyaris tersimpu di
hadapan pengawal yang jaraknya tak begitu dekat.
"Sudah, janganlah kurang ajar, kalau begitu, mengerti?"
tuan putri hanya mengangguk sekilas lalu meninggalkan tempat dihadapan pengawal
itu seraya membawa perasaan campu aduk serta kejenggelan amat menjulang.
***
Bagian Dua.
Sejak memperoleh kabar gembira dari sang Raja tentang
akad pernikahan yang rencana digelar dua bulan esok, Tuan Putri berbinar
antusias hingga terus memaknai sebabnya sangking tak percayanya, optimis mendengar penuturan
mendadak ayahnya itu, kini Raja baginda sudah membulatkan tekad ingin meminang
menjadikan tuan putri sebagai permaisuri dambaannya dan lancar mengirimkan
surat sewaktu lengahnya pekerjaan, hingga sampailah sepucuk itu surat itu di
tangan tuan putri melalui sang pengawal istana.
"Inilah cinta kita tuan Putri, ingatlah tingal
seminggu lagi pernikahan kita"
Tuan putri membacanya penuh keharuan pada diri sendiri
karena tak dapat menjumpai sang pangeran tampan itu, tak hanya gagah nan
Tampan, melainkan ia ikut merasakan bagaimana pekerjaan sang anak buah
istananya, ikut bekerja dengan penuh kesentosaan, betapa rindunya batin
terbendung kuat, tak dapat dipisahkan, Hanya mentari senja yang menemaninya di
beranda istana serta kicauan burung sahut-menayhut bertengger di ranting pohon
beringin berkicau menenangkan hatinya.
Suatu hari, Siang yang harusnya mentari merekah namun
kondisi sewaktu itu tak cerah sebiasanya, tuan putri persiapkan diri untuk
bermanjaan di tepi sungai sesuai hobi pribadinya, di balutkannya kain yang
menutup ketat hingga tepian atas dadanya. menurutnya sangat pantas untuk
bersolek di bibir sungai itu. tapi ketika tuan putri membuka daun pintu, Sang
Raja menangkap pundaknya tepat mereka berpapas di ambang pintu.
"Nak, kata ayah sebaiknya kamu istirahat dulu ya,
dan beraktivitas di sekitar di teras rumah aja ya sayang?" Imbau ayahnya
lembut penuh keprihatinan pada putri tercintanya itu.
"Ayah, tidak usah banyak khawatir, putri bisa
menjaga diri baik-baik, mengerti
ayah?" jawab tuan putri menentang anjuran baik sang ayah.
"Tidak putri, baginda pasti akan lebih suka jika
kamu di rumah merawat penampilan dan belajar memasak memanfaatkan waktu untuk
di dapur" tukas ayahnya tetap bersikeras melarang tuan putri enggan
beranjak keluar.
"Biarkan saja aku ayah, Cengkunek itu bisa
dikerjakan nanti dan kalau ayah sayang putri pasti akan mengizinkan putri untuk
bersenang-senang kan?" pungkas tuan putri bertatap tak hirau, melepas
cengkraman sang ayah yang berimbau melarangnya hendak menginjak kaki di luar
perkarangan rumah.
Sang ayah hanya membuka lebar membulatkan bibir
melihat tuan putri keras kepala pada anjurannya, semakin lama menatap tuan
putri berlari riang menuju entah kemana, semakin batinnya berprasangka tak
mendukung pada kenyamanan, ayah terus bergelisah tak sedikitpun raut kode
mengizinkan wanita putri kesayangannya itu terpancar mulus, ia terus menatap
depan seraya menggelengkan kepala.
Setelah menolak mentah-mentah ajakan ayah supaya
merawat diri di rumah, Kini tuan putri tetap cuek dan dirinya melangkah
semangat dan duduk di batu yang terdampar disungai dengan hati-hati, Mulailah
ia terpancing dengan air yang deras mengalir seakan menggoda cepat untuk
mensergap air kian jernih di cemplungkannya tangan merasakan kesejukan air
bening itu dan tak berapa lama ia menududukkan diri di atas permukaan batu yang
menopang dirinya untuk tetap waspada di zona wilayah batu kecil itu.
"Hai para-para ikan, pasti kalian senang kan aku
datang di wilayah kalian? sekarang aku ingin memberitahukan kalian akan isi
hatiku" tanya girang tuan putri menyapa hewan itu sendirian tanpa
seorangpun ada disisinya.
Sekumpulan ikan-ikan yang lasak di bawah permukaan air
itu menggelitikkan kaki putih tuan putri yang sengaja dicemplungkannya,
dirasakannya air menyetrumkan kesejukan ditambah ikan-ikan hias yang ikut
berbinar bahagia di sekeliling pasang kaki tuan putri. wanita muda itu
menyebarkan senyuman tulus pada ikan-ikan yang bermanjaan di air bening disana.
Ada satu hal yang tak terbesik di pikiran tuan putri,
ia sama sekali tak menduganya jika ada
seseorang sedari tadi memasangkan pasang mata sedalam bak pisau runcing
tersohor ke badan cantik tuan putri, tatapannya mulai nakal dan
tersenyum-senyum seorang diri di balik julangan tinggi semak-semak serta
sebatang kokoh pohon besar menutupi badannya. dia adalah kedua dayang utusan
Sang Baginda Istana.
"Selamat berbahagialah calon istri Raja, Baginda
pasti akan senang jika melihat tulusnya putri tak sabar menunggu
pernikahan" ucap lirih seorang pria berpakaian kerajaan itu, yang
merupakan utusan sang raja kerajaannya untuk memantau tuan putri menjelang akad
pernikahan besar berlangsung.
"Hai Para ikan hias yang cantik, kalian tahu jika
seminggu lagi aku akan menjadi permaisuri seorang pangeran yang gagah dan
tampan" ucap tuan putri sambil menggenangi tangannya menyenggol beberapa
ikan yang menemani heningnya damai di damparan batu sungai deras itu.
Ikan-ikan berukuran lengkap ada kecil hingga besar
itupun menyibak-nyibakkan ekornya sampai tepercik ke wajah manis tuan putri,
tuan putri hanya merasakan kenyamanan luar biasa dengan respon hewan air insang
itu.
"Kali ini putri akan mandi, setelah sekian lama
kita tak mandi bersama para ikan" seru tuan putri semakin girang dan dia
sangat tak mengetahuinya jika ada mata memantau tingkah anehnya. kini ada
sepasang mata lagi mampir untuk memperhatikan pelik putri raja yang belakangan
ini mendapat kabar kebahagiaan.
Ketika kaki tuan putri bersedia melangkah hati-hati,
serentak itu suara bergemuruh berhambur bersahutan, karena spontan tuan putri
berespon tegak kaku terdiam di berdirinya dan mengangkat kepala menatap langit
yang awan yang putih bersinar berubah menjadi keabu-abuang serta langit yang
birunya memudar. terlihat dalam gemingan tuan putri, sekumpulan awan berlomba
adu cepat melintasi atas kepala tuan putri dan suara gemuruh seakan mengusik
telinganya dan mengusik kedamaian sebentar.
"Kenapa Mendung, Kenapa?" lirih kesal tuan
putri, melihat cuaca tak elok pada keinginan dirinya, ia berkeputusan untuk
angkat kaki dari atas batu itu dan meloncat siap melangkahi antara derasnya air
dan bibir sungai.
Namun, Kejadian tak serupa pada tekad hati malah
terjadi, tuan putri tak sengaja kakinya yang basah bekas mencemplung ke air
sungai melumuri permukaan batu itu hingga becek dan terjatuh sampai membentur
ranting yang baru saja jatuh disebabkan angin berkecamuk lebat yang menghadang
di tepian sungai. disana tuan putri merasakan kekejangan yang sungguh menusuk
bukan kepalang.
" To.toloong aku" AAAAAA. Tuan putri
menjerit sekuat pita suaranya dan wajah ayunya terbenam di tanah becek setelah
terlempar dari menghantam sebatang ranting pohon.
Suara teriakan rintih tuan putri terdengar
mengkasihankan, Para dua orang utusan kerajaan yang merupakan dayang larut
menajamkan mata sedari tadi harus segera cekatan menolongnya namun tubuh tuan
putri menghilang ditempat suara jeritannya tadi, tuan putri malah terjatuh
karena merasakan tubuhnya sempoyongan hingga terseret oleh arus sungai deras.
"Dayang, kejar tuan putri, cepat! ia terhanyut ke
arus sungai sana!" teriak keras satu dayang tubuhnya gelisah bagai cacing
kepanasan mengkhawatirkan tuan putri.
"Ya Ampun. Kenapa bisa? Cepat! Kau tahukan
sebentar lagi ia akan menikah" sang dayang kedua memutar balikkan matanya
mengedar segala penjuru hutan dan pelosok arus sungai, berbanding sama
kekhawatirannya akan tuan putri yang lenyap ditelan sungai.
Kedua dayang itu terpontang-panting tak karuan hingga
bingung memulai jejak pencarian kemana, satu dayang pun berarah ke lurusan arus
sungai, sementara dayang kedua masih berfikir menjelajahi semak-semak yang
berjulang tinggi sebadannya.
"Tugas kita gagal memantau sang tuan putri,
kalaulah sampai tuan putri tak kunjung ketemu maka siaplah memakan hukuman
berat-berat dari MahaRaja dan MahaRatu" celutuk gelisah dayang kedua,
dadanya bergempa berat sambil menjelajahi belukaran semak-semak dan balik pohon
besar.
Disana tuan putri tak dapat memberhentikan derasnya
arus sungai yang berberisik kuat menjerit-jerit, tubuh tuan putri bagai daun
talas yang dicemplungan ke aliran kali, hingga tak dapat mengendalikan diri,
arus kian deras bergejolak itu yang seakan marah besar akhirnya menghantamkan
tubuh tuan putri ke ranting yang
membentang seperti jembatan kucing untuk lewat.
"Bruaak"
"Tolooong.. AAAAAh" melengking jeritan
histeris tuan putri dan tangannya yang sepoy menarik ranting kokoh itu dan tak
terpikirnya sebercak darah yang seenaknya keluar tanpa izin, tuan putri hanya
memikirkan nyawanya yang berujung di tanduk runcing.
"W.aajahku, Oh k.kenapa darah ini... banyak
sekali di wajahku" Tuan putri berseduh isak di nafas menggebu-gebu dahsyat
itu dan mulailah sebening air mata bercampur dengan darah merah segar di
pipinya.
"KENAPA!" histeris tuan putri akhirnya
tersimpu lemah di damparan tempat yang tak diketahuinya itu.
"Ya Tuhan, wajahku dan kenapa dan m.ana
cermin" ucap tuan putri bergelimang air mata dan di topangnya tubuh yang
tak berdaya untuk berdiri dan sekarang ia langkahkan kaki teringsut menuju
tepian sungai yang kini setengah deras.
Tuan putri menaruhkan bayang-bayang wajahnya di
permukaan air yang sedikit tenang itu yang tak sempurna jelas layaknya kaca,
tampaklah hidungnya yang sebelumnya cantik mancung kini menjelma tanpa segan
menjadi hingang sebagian, paruh hidungnya yang tegak normal berubah sompel
jelek.
"P.pernikahank.ku, pernikahanku akan batal, mana
mungkin sesosok jelek ini akan naik ke mimbar singgasana pelaminan kelak.
"M.Matilah aku, Sungguh aku telah mendustai
perjanjian ini pangeran, aku sudah mendustakan pernikahan, Cinta suci kau
sia-sia pada diriku.Hanya karena Iniii.." jerit sekuat tenaga pita suara
tuan putri, hingga bergetar kerongkongannya untuk mecetarkan suara bak
halilintar memecah keheningan udara, sampai menggema di hutan belantara itu.
digenggamnya hidung kini tak senormal biasa itu hingga telapak tangan putihnya
berlumur darah segar diiringi tetesan air mata penyesalan.
Awan-awan mendung yang dari tadi menunggu persetujuan
langit untuk menumpahkan titikan-titikan airnya kini turun deras menyirami
daratan hingga tubuh tuan putri banjir dan seketika wajah berselamak darah itu
bersih disibak oleh air langit itu. Tuan putri hanya membiarkan tubuhnya
tersimpu di tanah becek sejauh tepian sungai itu dan hanya fikiran negatif saja
menghantui pikirannya. dengan rasa pikiran yang buntu, tuan putri menadahkan
kedua telapak tangan di bawah terpaan air hujan deras itu seraya mata yang
berkaca-kaca.
"Ya. Tuhan... Segerakanlah hukuman untuk hambamu
yang dusta ini, Hamba tak ingin mata kepala Raja dan Ratu serta Baginda melihat
penampilan jelek ini, jauhkanlah hamba dari mereka yang baik-baik dan
beramanah, bila perlu Ya Tuhan,... Lenyapkanlah diri ini dari muka bumi ini,
sungguh putri tak pantas hidup di bumi baik ini" ucap tuan putri diringi
isakan sedu tangisannya.
Entah kenapa para dayang yang terpecah pisah dihutan,
berpapas kembali di tepian sungai tempat tuan putri itu tengah lemah bersimpu
menatap langit sembari menadah kedua tangan dan suara isaknya lenyap oleh
derasnya air hujan, dan kini tampaklah dimata kepala kedua dayang itu dan
hatinya spontan tersentuh iba lalu matanya yang terkaca-kaca. kedua dayang itu
kaku berdiri seakan tak bisa berbuat apa-apa.
"Maafkanlah aku pengawal, aku telah menantang
tuturan engkau, yang membilang wanita menangis di pinggiran beranda kerajaan
tadi harusnya bunuh diri, tahu lah aku perasaan kau wanita"
"Cduaaaaar" suara petir bersambut di
sela-sela perkataan tuan putri, berkali-kali petir banyak itu saling sambut
menyambut hingga menggempakan isi dada tuan putri beserta kedua dayang itu,
tuan putri membiarkan wajah tangisnya penuh keputusasaan.
"Tuan putri, peganglah tanganku, ini tugasku
untuk menolong dan memantau dirimu hingga hari pernikahan besar itu." Imbau sang dayang pertama menjulurkan tangan
kanannya di hadapan tuan putri, ia tegak dihadapannya dengan mata berbinar
kaca.
"Janganlah menangis tuan putri, Jangan sesali
wajah terluka mu, kau sudah murka pada dirimu sendiri. kau ingat ucapanmu
menadahkan tangan sama dengan kau meminta dirimu sendiri sesuai
perkataanmu..." sahut menegas dayang kedua.
"Putri kenapa Kau berkata itu pada Tuhan,
segeralah Minta Ampun Tuan putri. Bukan pada siapa-siapamu, melainkan
Tuhan" timpal dayang pertama bernada penuh kelembutan menatap wajah tuan
putri yang tercoret-coret oleh luka.
"Jangan sentuh-sentuh aku!,.. pergilah kalian
berdua dari tempat ini,!... kalau tidak mau aku sumpahi. Pergii!" teriak
histeris tuan putri dengan hati bongkahan larva gunung meletus. Mendengar
ucapan pedih itu kedua sang dayang bertatap penuh sia-sia berniat baik pada
tuan putri, segeralah ia pergi meninggalkan seorang tuan putri bersimpu lemah
di tengah hujan berkecamuk itu.
"Ucapanmu itu tidak pada Tuhan pun seperti bisa
Ular mematikan" pungkas sang dayang kedua membendung kesalnya,
meninggalkan tuan putri dengan kata-katanya barusan.
Tapi sang dayang pertama kurang setuju akan tanggapan
sinis dayang kedua, ia menjedakan
langkah, ditengah hujan beriak-riak itu, hatinya menolak akan pergi
meninggalkan tuan putri, karena amanah dari sang Raja maka ia tetap bertekad
memantau tuan putri hingga tiba pernikahan nanti.
"Kau berkeputusan tetap menjaga tuan putri tak
tahu diri itu?" tanya dayang kedua kurang setuju.
"Tunggu dulu. Aku tidak memaksa mu untuk tetap
seperti ku, tapi satu Hal, Kau ingat ini Amanah, jadi, sampaikanlah berita
kodisi tuan putri sekarang juga pada Raja dan Ratu!" ucap dayang pertama
membulatkan tekad. tampak dayang kedua menghabisan waktu berfikir panjang.
"Baik, itu keputusan tepat! Dengan begitu biar
Raja dan Ratu akan melihat putri kesayangannya itu" ucap dayang kedua
sekilas senyum tipis penuh harapan.
***
"Kenapa kau begitu tergesa-gesa menghadap padaku,
apa kau dayang kerajaan sebelah?" tanya sang Raja wajahnya terpancar sibuk
keheranan. dayang kedua itu tampak bergetar di hadapan sang Raja yang tengah
dalam zona duduknya.
"Betul Raja, Maafkan aku sebelum bicara, Aku
ingin mengatakan berita penting ini pada Maha Raja sekarang! Tapi aku mohon
janganlah dulu marah pada siapa-siapa!" ucap dayang kedua itu yang kini
seakan berat untuk berbicara, Ia Tak tahu bagaimana Respon sang Raja mengetahui
kondisi tuan putri. ia tersimpu takut di karpet yang membentang menghadap Raja.
Mendengar kalimat asing itu telinga Raja mendengung
keras, tiba-tiba raut khawatir terundang di wajah tuanya.
"Apa itu dayang! Silahkan jelaskan sekarang
Padaku! Jangan bertele-tele" ucap tegas melantang diudara suara kerasnya,
dan hanya sekilas waktu hening sang dayang kedua coba-coba mencari kalimat
tepat untuk menjawabnya.
"Sebelumnya Maafkan saya Raja, Maksudnya Kenapa
Raja Membiarkan Tuan Putri bebas keluar rumah menjelang perkawinannya pada
pangeran kerajaan kami!" jawab dayang itu kepalanya menunduk
menyembunyikan raut gemetar dihadapan sang Raja amat tegas itu.
"Kenapa! kau tahu mulut ini sampai berbuih
menyuruhnya untuk tak keluar rumah, kau tahu lagi, dia tipe wanita aneh, yang
tak betah dipingit menjelang pernikahannya!" tambah Raja itu tatapannya
amat dalam, menatap apa yang ada didepannya.
"Maafkan saya Raja, Kondisi tuan putri tak
berkenaan, ia menangis histeris meratapi kemalangannya, kasihan dia hidungnya
menjadi tak normal" terang sang dayang itu, sudah kehabisan pikiran untuk
merubah-rubah jawaban sepatutnya.
"Apa? Kau tidak berbuat lelucon
sembarangan?"tanya raja tegak berdiri dari duduknya itu seketika naik
tensi bangkit dari keheningannya setelah menyimak perkataan sang dayang itu.
"Kehebohan apa ini Raja, kenapa pada dayang satu ini?" sambut sang Ratu menatapi
silih berganti wajah kaku kedua lelaki itu, dan di detik itu juga mereka berdua
tampak terkejut akan sahutan Ratu mendadak memecah pembicaraan.
"Begini Ratu, Putri manis anda sedang tertimpa
kemalangan, kini dia dijaga satu dayang yang dari kerajaan kami, dan kami
diutus sang Raja untuk memantau calon Permaisurinya hingga akad perkawinan
tiba"
"Apa?" Serentak kedua Raja dan Ratu itu
saling bertukar pandang seraya ngernyitan wajah.
"Cepat Raja, sepertinya betul kata dayang ini,
Cepat kita ikuti dayang ini. Beritahu kami segera!"
"Baik Ratu"
Sebelum mereka menuju hutan tempat tuan putri meratap
kemalangannya, tak lupa sang dayang kedua itu mengajak ikut sama Raja
kerajaannya dan mendengar tuan putri sedang menangis tersedu-sedu sang Raja
pangeran itu terpontang-panting cekat meninggalkan urusannya.
Sampailah mereka ditengah hutan itu, tepat didamparan
tepian sungai tempat tuan putri meringis ratap kesedihan, tampak dayang pertama
tergebu-gebu wajahnya terserbu pucat menyambut kedatangan gelisah sang Raja dan
Ratu, terlebih di wakili seorang Raja Kerajaan dayang itu.
Sang Raja menatap segala penjuru yang sudah ditunjuk
oleh dayang kedua itu, hujan hanya menyisakan rerintikannya yang tak lagi
bersibak deras.Pangeran kerajaan sebelah melongo khawatir heran diatas kuda
pacunya, dan yang menunjukkan tempat saja dayang kedua malah hancur hatinya
disangka membohongi para Atasnya yaitu kedua Raja dan seorang Ratu, mereka bertiga
bertatap tajam pada dayang kedua dan spontan tubuhnya bak tersambar petir.
"Maafkan para Raja dan Ratu! sepertinya ada
kesalahpahaman"
"Dayang!" seru sang dayang pertama
tergebu-gebu menghampiri mereka semua. seketika suara panggilan itu memecah
tatapan yang lancip bertusuk yang kian mengguncang dada ke arah dayang pertama.
"Cepat beritahukan dimana tuan putri, padahal
diakan ada disitu!" ucap gesa dayang kedua dadanya berguncang hebat dihadapan
sang raja ratu itu.
"Maafkan saya raja, saya melihat dengan mata
kepala saya sendiri bahwa sang tuan putri berubah menjadi ular!" ucap
getaran ketakutan pucat terlihat di Dayang pertama.
"Apa? Lelucon apa yang kau gunakan lagi? jangan
berbasa-basi dayang" tegas Ratu menajamkan tatapan pada dayang pertama.
"T.tidak Maha Ratu, da.dayang betul s.sang putri
berubah menjadi u.ular!" ucap isak terbata Raja dengan mata yang terkaca,
sementara Baginda yang siap menikah itu banjir air mata diwajahnya wajahnya
berkomat-kamit membendung marah, dan menajamkan tatapan pada kedua dayang itu.
"Tidak! kenapa kalian membiarkannya teracuni ular
berbisa! Kalian sungguh tak becus ku amanahkan! Dusta!" teriak gertak raja
itu pada kedua dayangnya hingga keduanya terbelalak menundukkan badan dan
bersimpu di kaki sang Raja itu.
"Tidak, Sang Raja! engkau bisa membuktikannya
dengan mata kepalamu sendiri!" ucap dayang kedua.
"Maafkan kami raja, ini salah paham besar!"
timpal rengek dayang pertama
"Lihatlah baginda! Percayalah pada kami, lihat
itu ularnya" ucap dayang kedua lalu berdiri diikuti oleh dayang pertama
juga berdiri.
"T.tidak! Nak, Tuan putri kenapa kau bisa terjadi
seperti itu, Ya tuhan kenapa engkau jadikan putri tunggalku menjadi ular
berbisa!" teriak histeris sang Ratu ikut tercurah air mata menyayat.
Sang kedua Dayang itu lalu menceritakan kejadian yang
sebenarnya menimpa tuan putri, kemalangan tak dapat dielakkan, Sang Ratu dan
Raja tak dapat menahan isak tangisnya bersedu-sedu menghadap ular yang kini
terdiam itu tampak matanya bertitik sebening air mata.
"Maafkan saya Dayang, Saya sebagai baginda
terlalu kejam pada kalian, ini memang kesalahan tuan putri!" ucap sang
Raja itu gantian bersimpu pada kaki sang kedua dayang.
"Kenapa tuan putri, padahal pernikahan tinggal
menunggu berapa hari lagi,. Walau hidungmu serta wajahmu yang....."ucapan
raja terpotong, karean mendengar itu ular panjang bersisik emas itu bergerak
hingga menuju kaki sang Raja.
Sang Raja pun terduduk dan memelai ular emas itu yang
tampak berair di wajahnya, diiringi wajah pangeran itu yang berderai air mata
hingga jatuh ke sisik-sisik ular keemasan itu.
"Putri, Kau telah bertanggap buruk, kau jahat
serta putus asa! kenapa kau berdoa pada Tuhan untuk melenyapkan dirimu, saya
tahu dari kedua dayang baginda, Sakit tuan putri saya bertemu dengan kamu
dengan mimpi buruk ini, seharusnya pertemuan pertama kita lebih harmonis!"
"Asal kamu tahu, aku menerima cintamu ala kadar
tubuhmu putri, Aku tetap akan menikahimu walau ular emas!" mendengar
ucapan tegas sang Pangeran itu, semua terbelalak hingga bangun dari keheningan
menyayat-sayat.
Lalu langit kembali mendung dan awan abu-abu
bertebaran dan segeralah turun hujan deras kesekian kalinya di hari mimpi buruk
itu. karena hujan deras takut membecekkan hutan segeralah sebelum itu para
Kedua Raja dan Ratu yang masih menutup wajahnya menahan tumpahan air mata
disertai suara isaknya yang tak terdengar jelas kembali ke kerajaan dengan
membawa kecewa mengalahkan luas samudra. dan Raja yang coba membawa ular itu
namun ular emas panjang mengkilat itu kembali ke sungai berenang-renang disana.
Tak berapa lama telinga sang Pangeran bergelitik
memunculkan perasaan kecurigaan di belakangnya, ia lupa membawa kuda kencananya
untuk dinaikinya pulang, segeralah ia membalikkan badan dan beranjak ke kuda
itu namun kejadian tak diduga ada seorang wanita cantik kaku menatapnya
dalam-dalam.
"Tuan putri? i.itu kau, bukannya kau ular
emas?" sang Pangeran tebata dadanya
begitu cetar meledak kaku seakan tak percaya.
"Pangeran? engkaukah pria Raja yang tampan
itu?"
"Betul tuan putri! Aku mencintaimu, Aku sudah
berjanji akan menikahi mu di minggu ini!"
"Pangeran.. Maafkan putri" tuan putri
mendekapnya erat-erat seakan tidak mau lepas selama-lamanya. Suara tangis
bahagia itu terdengar oleh Raja dan Ratu serta Dua Dayang yang juga kembali
menumpahkan air mata bahagia tiada tara.
"Tuan putri, syukurlah engkau balik putri
sayangku" jerit histeris sang Ratu kesekian kalinya.lalu semuanya mendekap
peluk tuan putri penuh kebahagiaan.
Setelah kejadian itu, tuan putri berampun pada Tuhan
tak akan mengucapkan sembarangan doa pada sebuah kemalangan, dan selalu
mensyukuri kesehatan dan kecantikan yang sudah dikaruniakan oleh Tuhan, dan
tuan putri tak akan berputus asa, jika ia berbicara bagai bisa ular yang tajam
seperti menyuruh bunuh diri, ia akan dirubah lagi menjadi ular dan ular hingga
tiga kali akan permanen, jadilah putri disebut Putri Ular. tapi walaupun
dijuluki demikian tuan putri tak mau berbicara bisa ular di hadapan Tuhan
Tibalah hari
pernikahannya bersama sang Pangeran yang tampan dan disambut bahagia oleh anak
buah dan penasehat setianya serta kuda beringkik girang seakan mengatakan.
"Selamat menjalankan hari-hari baru sepasang
pengantin semoga berbahagia sepanjang hayat, hingga di Surga"
TAMAT